SUARARAKYATSUARATUHAN,Medan - 23 September 2025 Koalisi Aksi Pemuda Indonesia untuk Reformasi (KAPIR) mengecam keras rencana pengadaan souvenir senilai hampir Rp600 juta oleh Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Sumatera Utara. Anggaran yang bersumber dari APBD 2025 itu dinilai sebagai bentuk pemborosan anggaran dan penghinaan terhadap rakyat yang masih berjuang dengan persoalan mendasar seperti infrastruktur rusak, layanan kesehatan terbatas, dan akses pendidikan yang belum merata.
Dalam pernyataan resminya, Rahmat Situmorang, Wakil Ketua KAPIR, menyebut bahwa temuan tersebut berdasarkan data Rencana Umum Pengadaan (RUP) di laman resmi sirup.lkpp.co.id, sebagaimana diberitakan oleh Deempatbelas.com pada 19 September 2025. Barang-barang yang direncanakan meliputi plakat, kain ulos, mug, tumbler, hingga payung.
“Ini bukan sekadar pemborosan, ini penghinaan terhadap rakyat Sumut. Rakyat sedang susah, mereka malah sibuk beli souvenir mahal.
Kebijakan pusat sudah jelas memerintahkan efisiensi atas belanja seremonial, tapi Bapenda malah menabrak itu semua. Kami tidak akan diam,” tegas Rahmat.
KAPIR menyatakan sikap tegas:
Tidak Ada Urgensi: Belanja souvenir nyaris Rp600 juta sama sekali tidak relevan dengan kondisi rakyat Sumut saat ini. Prioritas pembangunan dan pelayanan publik jauh lebih penting.
Langgar Kebijakan Efisiensi: Pemerintah pusat sudah menetapkan 15 item belanja yang harus diefisienkan, termasuk pengadaan souvenir.
Langkah Bapenda berpotensi melanggar prinsip efisiensi dan membuka ruang praktik penyimpangan.
Desak Transparansi: KAPIR menuntut Bapenda dan Pemprov Sumut membuka rincian pengadaan — mulai dari siapa penyedia barang, sistem pengadaan (tender atau penunjukan langsung), hingga pengawasan yang dilakukan.
Siap Aksi Turun ke Jalan: Dalam waktu dekat, KAPIR akan menggelar aksi demonstrasi besar-besaran di depan Kantor Bapenda Sumut dan Kantor Gubernur, sebagai bentuk perlawanan terhadap penggunaan anggaran yang tidak pro-rakyat.
Seruan untuk Aksi Bersama
Rahmat Situmorang juga mengajak seluruh elemen masyarakat dan lembaga pengawas untuk ikut mengawal isu ini:
Masyarakat Sumut: Aktif mengawasi penggunaan APBD, meminta transparansi, dan melawan pemborosan anggaran.
Aparat Penegak Hukum: Segera menyelidiki potensi pelanggaran hukum dalam proses pengadaan yang berpotensi mark-up dan korupsi.
DPRD Provinsi: Wajib menjalankan fungsi pengawasan anggaran secara lebih aktif dan berpihak kepada kepentingan publik.
“Uang rakyat bukan untuk dibakar dalam bentuk plakat dan tumbler. Ini era transparansi, bukan era seremonial mewah penuh tipu daya. Kami akan berdiri di barisan rakyat dan memastikan suara kami didengar,” pungkas Rahmat. (Red & Tim)